Selasa, 10 Januari 2012

Konsep Profesi Keguruan


Dalam kehidupan sehari-hari sering terdengar istilah profesi atau professional. Seseorang mengatakan bahwa profesinya sebagai seorang dokter; yang lain mengatakan bahwa profesinya sebagi arsitek; atau ada pula sebagai pengacara, guru; malah juga ada yang mengatakan profesinya pedagang,penyanyi, petinju, penari, tukang Koran, dan sebagainya. Ini berarti bahwa jabatan mereka adalah suatu profesi.
Kalau diamati dengan cermat bermacam-macsm profesi yang disebutkan diatas, belum dapat dilihat dengan jelas apa yang merupakan kriteria bagi suatu pekerjaan sehingga dapat disebut suatu profesi itu. Kelihatannya, kriterianya belum dapat bergerak dari segi pendidikan formal yang diperlukan bagi seseorang untuk mendapatkan suatu profesi, sampai kepada kemampuan yang dituntut seseorang dalam mmelakukan tugasnya. Dokter dan arsitek harus melalui pendidikan tnggi yang cukup lama, dan menjalankan pelatihan berupa pemagangan yang juga memakan waktu yang tidak sedikit sebelum mereka diizinkan memangku jabatannya. Setela memangku jabatannya, mereka juga dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas layanannya kepada khalayak.   
A.      Pengertian dan syarat-syarat profesi
1.    Pengertian profesi
  •   Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan)
  •  Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak semua orang dapat melakukannya)
  •  Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian)
  • Memerlukan pelatihan khusus dengan wsaktu yang panjang.
  •  Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memrlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).
  •  Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang lain).
  •  menerrima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan untuk kerja yang ditampilkan yang dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskan nya, tidak dipindahkan keatasan atau instansi yang lebih tinggi ). Mempunyai sekumpulan untuk kerja yang baku.
  •  Mempunyai kometmen terhadap jabatan dank lien ; dengan penekanan terhadap pelayanan terhadap layanan yang akan di berikan.
  • Menggunakan administrator untuk memudahkan propisinya.
  •  Mempunyai organisasi yang di atur oleh anggota propesi sendiri.
  • Mempunyai asusiasi propesi dan atau kelompok’elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggota nya.
  • Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal hal yang meragukan atau menyangsiakan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
  •  Mepunyai kader kepercayaan yang dari public dan kerpercayaan diri setiap anggotanya.
  •  Mempunyai status social dan ekonoomi yang tinggi
  • Tidak jauh dengan ciri-ciri diatas, sanusi et al. (1991), mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut:
  • a.  Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikasi social yang menentukan (crusial).
  • b.      Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.
  • c.       Ketrampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
  • d.      Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, sistematik, eksplisit, yang bukan hanya sekadar pendapat khalayak umum.
  • e.       Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
  • f.       Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional itu sendiri.
  • g.      Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi
  • h.      Tiap anggota profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
  • i.        Dalam prakteknya melayani mesyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang luar
  • j.        Jabatan ini mempunyai prestise yang tinngi dalam masyarakat, dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.
  • Bila kita bandingkan criteria yang dipakai sanusi et al. ini dengan criteria Ornstein dan Levine yang dibicarakan lebih dahulu, dapat disimpulkan bahwa keduanya hamper mirip, dan saling melengkapi. Kalau kita pakai acuan ini maka jabatan pedagang, penyanyi penari, serta tukang Koran yang disebut pada baigian pertama jelas bukan propesi. Tetapi yang kita bicarakan selanjutnya adalah jabatan guru.
  • Pengertian dan syarat-syarat profesi keguruan
  • Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah  ada yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya national education association (NEA) (1948) menyarankan kriteria berikut:
  • a)       Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
  • Kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan professional lainnya. Oleh se3bab itu pengajar sering disebut sebagai ibu dari segala profesi (stinnett dan huggett, 1963).
  • b)      Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
  • Untuk melangkah kepada jabatan yang professional, guru harus mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam membuat keputusan tentang jabatannya sendiri.
  • c)      Jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama
  • Anggota kelompok guru dan yang berwewenang di departemen pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan profesional yang cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang.  
  • d)      Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’yang bersinambungan.
  • Jabatan guru cenderung menunjukan bukti yang kuat sebagai jabatan professional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan professional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit.
  • e)      Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
  • Di luar negeri barangkali syarat jabatan guru sebagai karier permanen  merupakan titik yang paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah jabatan professional. Banyak guru baru yang hanya bertahan selama satu atau dua tahun saja pada profesi mengajar, setelah itu mereka pindah kerja ke bidang lain, yang lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih tinggi. 
  • f)       Jabatan yang menetukan baku
  • Karena jabatan guru menyangkut hajat orang banyak, maka baku untuk jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri, terutama di negara kita. Baku jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta.  
  • g)      Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
  • Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai social yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga Negara masa depan.
  • h)      Jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat.
  • Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi professional yang kuat untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya.
  • Lebih khusus lagi sanusi  et al. (1991) menagjukan enam asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan (dan bukan dilakukan secara acak saja), yakni sbb:
  • 1.      Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, dan perasaan, dan dapat dikembangkan segala potensinya:
  • 2.      Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan, maka pendidikan menjadi normatif yang di ikat oleh norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara univsal, nasional, maupun local, yang merupakan acuan para pendidik, peserta didik, dan pengolah pendidikan.
  • 3.      Teori-teori pendidikan merupakan kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan pendidikan.
  • 4.      Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia , yakni manusia mempunyai potensi yang baik untuk berkembang. Oleh sebab itu, pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi unggul tersebut.
  • 5.      Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yakni situasi dimana terjadi dialog antara peserta didik dengan pendidik , yang memungkinkan peserta didik tumbuh kea rah yang dikehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
  • 6.      Sering terjadinya dilema antara tujuan utama peendidikan, yakni menjadikan manusia sebagai manusia yang baik.  (dimensi instrinsik), dengan misi instrumental yakni yang merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu.


B.   Perkembangan profesi keguruan

Kalau kita ikuti perkembangan profesi keguruan di Indonesia, jelas bahwa pada mulanya guru-guru di Indonesia diangkat bagi orang-orang yang tidak berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru. Dalam bukunya sejarah pendidikan Indonesia, Nasution (1987) secara jelas melukiskan sejarah pendidikan di Indonesia terutama dalam zaman colonial belanda, termasuk juga sejarah profesi keguruan. Guru-guru yang pada mulanya diangkat dari orang-orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru, seccara berangsur-angsurdilengkapi dan ditambah dengan guru-guru yang lulus dari sekolah guru (kweekschool) yang pertama kali didirikan di solo tahun 1852. Karena kebutuhan guru yang mendesak maka pemerintah hindia belanda mngangkat lima macam guru, yakni:
1.      Guru lulusan guru yang dianggap sebagi guru yang berwenang penuh.
2.      Guru yang bukan lulusan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru.
3.      Guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu.
4.      Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru, dan
5.      Guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang berasal dari warga yang perna meengecap pendidikan.

Dalam era teknologi yang maju sekarang, guru bukan lagi satu-satunya tempat bertanya bagi masyarakat. Pendidikan masyarakat mungkin lebih dari guru, dan kewibawaan guru berkurang antara lain karena status guru dianngap kalah gengsi dari jabatan lainnya yang mempunyai pendapatan yang lebih baik.

SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN


  A.PENGERTIAN SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN

          Guru sebagai professional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya, dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
            Walaupun segala prilaku guru selalu diperhatikan masyarakat, tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus prilaku guru yang berhubungan dengan profesinya. Hal ini berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya. Pola tingkah laku guru yang berhubungan dengan itu akan dibicarakan sesuai dengan sasarannya, yakni sikap professional keguruan terhadap:
  1. Peraturan perundang-undangan,
  2. Organisasi profesi,
  3. Teman sejawat,
  4. Anak didik,
  5. Tempat kerja,
  6. Pemimpin,
  7. Pekerjaan.


B. SYARAT SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN.
    
1. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
          Pada butir Sembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa: “Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan” (PGRI, 1973). Kebijaksanaan pendidikan di Indonesia di pegang oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam rangka pembangunan di bidang pendidikan di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang merupakan kebijaksanaanyang akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain: pembangunan gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar antara lain dengan melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan, pemerataan kesempatanbelajar antara laindengan melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda dengan menggiatkan kegiatan karang taruna, dan lain-lain. Kebijaksanaan pemerintah tersebut biasanya akan dituangkan ke dalam bentuk ketentuan-ketentuan pemerintah. Dari ketentuan-ketentuan pemerintah ini selanjutnya dijabarkan ke dalam program-program umum pendidikan.
            Guru merupakan unsure aparatur Negara dan abdi Negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, maupun departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di Negara kita. Sebagai contoh, peraturan tentang (berlakunya) kurikulum sekolah tertentu, pembebasan uang sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP), ketentuan tentang penerimaan murid baru, penyelenggaraan evaluasi belajar tahap akhir (EBTA), dan lain sebagainya.
            Untuk menjaga agar guru Indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, Kode Etik Guru Indonesia mengatur hal tersebut, seperti yang tertentu dalam dasar kesembilan dari kode etik guru. Dasar ini juga menunjukan bahwa guru Indonesia harus tunduk dan taat kepada pemerintah Indonesia dalam menjalankan tugas pengabdiannya, sehingga guru Indonesia tidak mendapat pengaruh yang negative dari pihak luar, yang ingin memaksakan idenya melalui dunia pendidikan. Dengan demikian, setiap guru Indonesia wajib tunduk dan taat kepada segala ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam bidang pendidikan ia harus taat kepada kebijaksanaan dan peeraturan, baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan maupun departemen lain yang berwenang mengatur pendidikan, di pusat dan di daerah dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan pendidikan di Indonesia.

2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi
            Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdayaguna dan berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab, dan kewajiban para anggotanya. Organisasi PGRI merupakan suatu system, di mana unsure pembentuknya adalah guru-guru. Oleh karena itu, guru harus bertindak sesuai dengan tujuan system. Ada hubungan timbale balik antara anggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam mendapatkan hak.
            Organisasi professional harus membina mengawasi para anggotanya. Siapakah yang dimaksud dengan organisasi itu? Jelas yang dimaksud bukan hanya ketua, atau sekretaris, atau beberapa orang pengurus tertentu saja, tetapi yang dimaksud dengan organisasi di sini adalah semua anggota dengan seluruh pengurus dan segala perangkat dan alat-alat perlengkapannya. Kewajiban membina organisasi profesi merupakan kewajiban semua anggota bersama pengurusnya. Oleh sebab itu, semua anggota dan pengurus organisasi profesi, karena pejabat-pejabat dalam organisasi merupakan wakil-wakil formal dari keseluruhan anggota organisasi, maka merekalah yang melaksanakan tindakan formal berdasarkan wewenang yang telah didelegasikan kepadanya oleh seluruh anggota organisasi itu. Dalam kenyataannya, para pejabat itulah yang memegang peranan fungsional dalam melakukantindakan pembinaansikap organisasi, merekalah yang mengkomunikasikan segala sesuatu mengenai sikap profesi kepada para anggotanya. Dan mereka pula yang mengambil tindakan apabila diperlukan.
            Setiap anggota harus memberikan sebagian waktunya untuk kepentingan pembinaan profesinya, dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini dikoordinnasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatannya menjadi efektif dan efisien. Dengan perkataan lain setiap anggota profesi, apakah ia sebagai pengurus atau anggota biasa, wajib berpartisipasi guna memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi profesi, dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi.
            Dalam dasar keenam dari Kode Etik ini dengan gambling juga di tuliskan, bahwa Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan, dan meningkatkan  mutu dan martabat profesinya. Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi guru untuk selalu meninmgkatkan mutu dan martabat profesi guru itu sendiri. Siapa lagi, kalau tidak anggota profesi itu sendiri, yang akan mengangkat martabat suatu profesi serta meningkatkan mutunya.
            Untuk meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan, dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai kegiatan akademi lainnya. Jadi, kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada pendidikan prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan dapat juga dilakukan setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan ataupun sedang dalam melaksanakan jabatan.
            Kalau sekarang kita lihat kebanyakan dari dari usaha peningkatan mutu profesi diprakarsai dan dilakukan oleh pemerintah, maka di waktu mendatang diharapkan organisasi profesilah yang seharusnya merencanakan dan melaksanakannya, sesuai dengan fungsi dan peranan organisasi itu sendiri.

3. Sikap Terhadap Teman Sejawat
          Dalam ayat 7 Kode Etik guru disebutkan bahwa “Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.” Ini berarti bahwa:
(1). Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya,
(2). Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
            Dalam hal ini kode etik guru menunjukkan kepada kita betapa pentingnya hubungan yang harmonis perlu diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi, yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
            Hubungan formal ialah hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan. Sedangkan hubungan kekeluargaan ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun maupun dalam hubungan keseluruhan dalam rangka menunjang tercapainya keberhasilan anggota profesi dalam membawakan misalnya sebagai pendidik bangsa.
Berhasil

a. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja          
          Seperti diketahui, dalam lingkungan sekolah terdapat seorang kepala sekolah dan beberapa guru ditambah dengan beberapa orang personel sekolah lainnya sesuai dengan kebutuhan sekolah tersebut. Berhasil tidaknya sekolah membawa misinya akan banyak bergantung kepada semua manusia yang terlibat didalamnya. Agar setiap personel sekolah dapat pungsi sebagaimana mestinys, mutlak adanya hubungan yang baik dan harmonis di antara sesame personel yaitu hubungan baik di antara kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, dan kepala sekolah dengan semua personal sekolah lainnya. Semua personal ini harus dapat menciptakan hubungan baik dengan anak didik di sekolah tersebut.
            Sikap professional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja sama, saling harga menghargai, saling pengertian, dan rasa tanggung jawab. Jika ini sudah berkembang, akan tumbuh rasa senasip sepenanggunganserta menyadari akan kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain (Hermawan, 1979). Dalam suatu pergaulan hidup, bagaimanapun kecilnya jumlah manusia, akan terdapat perbedaan-perbedaanpikiran, perasaan, kemauan, sikap, watak, dan lain sebagainya. Sekalipun demikian hubungan tersebut dapat berjalan lancar, tenteram, dan harmonis, jika di antara mereka tumbuh sikap saling pengertian dan tenggang rasa antara satu dengan lainnya.
            Adalah kebiasaan kita pada umumnya, untuk kadang-kadang bersikap kurang sungguh-sungguh dan kurang bijaksana, sehingga hal ini menimbulkan keretakan di antara kita. Hal ini tidak boleh terjadi karena kalau diketahui oleh murid ataupun orang tua murid, apalagi masyarakat luas, mereka akan resah dan tidak percaya kepada sekolah. Hal ini juga dapat mendantangkan pengaruh yang negative kepada anak didik. Oleh sebab itu, agar jangan terjadi keadaan yang berlarut-larut, kita perlu saling maaf-memaafkan dan memupuksuasana kekeluargaan yang akrab antara sesama guru dan aparatur di sekolah.

b. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruhan 
            Kalau kita ambil contoh profesi kedokteran, maka dalam sumpah dokter yang diucapkan pada upacara pelantikan dokter baru, antara lain terdapat kalimat yang menyatakan bahwa setiap dokter akan memperlakukan teman sejawatnya sebagai saudara kandung. Dengan ucapan ini para dokter manganggap profesi mereka sebagai suatu keluarga yang harus dijunjung tinggi dan dimuliakan.
            Sekarang apa yang terjadi pada profesi kita, profesi keguruan? Dalam hal ini kita harus mengakui dengan jujur bahwa sejauh ini profesi keguruan masih memerlukan pembinaan yang sungguh-sungguh. Rasa persaudaraan seperti tersebut, bagi kita masih perlu ditumbuhkan sehingga kelak akan dapat kita lihat bahwa hubungan guru dengan temansejawatnya berlangsung seperti halnya dengan profesi kedokteran.
            Uraian ini dimaksudkan sebagai perbandingan untuk menjadikan bahan dalam meningkatkan hubungan guru dengan guru sebagai anggota profesi keguruan dalam hubungan keseluruhan.

4. Sikap Terhadap Anak Didik
          Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa: Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
            Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dibaca dalam UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam system amongnya. Tiga kalimat yang terkenal dari system itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani.. Tiga kalimat ini mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus dapat memberi pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta didik. Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru mempengaruhi peserta didik, dalam dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menetukan ke arah pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik. Motto tut wuri handayani  sekarang telah diambil menjadi motto dari Departeman Pendidikan dan Kebudayaan RI.
            Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupan rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupannya sebagai insane dewasa. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh kepada kehendak dan kemauan guru.

5. Sikap Terhadap Tempat Kerja
          Sudah menjadi pengtahuan umum bahwa suasana yang baik di tempat kerja akan meningkatkan produktifitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru, dan guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dalam lingkungannya. Untuk menciptakan suasana kerjayang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu:
  1. Guru sendiri,
  2. Hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling.
Terhadap guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu butir
dari Kode Etik yang berbunyi: “Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.” Oleh sebab itu, guru harus aktif mengusahakan suasana yang baik itu dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan metode mengajar yang sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan lainnya yang diperlukan.
            Suasana yang harmonis disekolah tidak akan terjadi bila personil yang terlibat di dalamnya, yakni kepala sekolah, guru, staf administrasi dan siswa, tidak menjalin hubungan yang baik diantara sesamanya. Penciptaan suasana kerja menantang harus dilengkapi dengan terjalinnya hubungan yanmg baik dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. Hanya sebagian kecil dari waktu, dimana peserta didik berada di sekolah dan di awasi oleh guru-guru. Sebagian besar waktujustru digunakan peserta didik di luar sekolah, yakni di rumah dan di masyarakat sekitar.
            Dalam menjalin kerjasama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah dapat mengambil prakarsa, misalnya dengan caramengundang orang tua sewaktu mengambil rapor, mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat sekitar, mengikutsertakan persatuan orang tua siswa atau BP3 dalam membantu meringankan permasalahan sekolah, terutama menanggulangikekurangan fasilitas ataupun dana penunjangkegiatan sekolah.
            Keharusan guru membina hubungan dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya ini merupakan isi dari butir ke lima Kode Etik Guru Indonesia.

6. Sikap Terhadap Pemimpin   
            Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi yang lebih besar (Departeman Pendidikan dan Kebudayaan) guru akan selalu berada dalam bimbingan dan pengwasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata kepemimpinan mulai dari pengurus cabang, daerah, sampai ke pusat. Begitu juga sebagai anggota keluarga besar Depdikbud, ada pembagian pengawasan mulai dari kepala sekolah, kakandep, dan seterusnya sampai menteri pendidikan dan kebudayaan.
            Sudah jelas bahwa pemimpin suatu unit atau organisasi akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam memimpin organisasinya, di mana tiap anggota organisasi itu di tuntut berusaha untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut. Dapat saja kerja sama yang dituntut pemimpin tersebut diberikan berupa tuntutan akan kepatuhannya dalam melaksanakan arahan dan petunjuk yang diberikan mereka. Kerja sama juga dapat diberikan dalam bentuk usulan dan malahan kritik yang membangun demi pencapaiantujuan yang telah di gariskan bersama dan kemajuan organisasi. Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan bahwa sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif, dalam pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang telah disepakati, baik disekolah maupan diluar sekolah.

7 .Sikap Terhadap pekerjaan 
          Profesi guru berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta didik yang masih kecil. Barangkali tidak semua orang dikarunia sifat seperti itu, namun bila seseorang telah memilih untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk belajar dan berlaku seperti itu.
            Orang yang telah memilih suatu karier tertentu biasanya akan berhasil baik, bila dia mencintai kariernya dengan sepenuh hati. Artinya, ia akan berbuat apapun agar kariernya berhasil baik, ia committed dengan pekerjaannya. Ia harus mau dan mampu melaksanakan tugasnya serta mampu melayani dengan baik pemakai jasa yang membutuhkannya.
            Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus selalu dapat menysuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat, dalam hal ini peserta didik dan para orang tuanya. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh kerenanya, guru selalu dituntut untuk secara terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir yang keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi: Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.   
            Dalam butir keenam ini dituntut kepada guru, baik secara pribadi maupun secara kelompok, untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru sebagaimana juga dengan profesi lainnya, tidak mungkin dapat meningkatkan mutu dan martabat profesinya bila guru itu tidak meningkatkan atau menambah pengetahuan dan keterampilannya, karena ilmu dan pengetahuan yang menunjang profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
            Untuk meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri, guru dapat melakukannya secara formal maupun informal. Secara formal, artinya guru mengikuti berbagai pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan, waktu, dan kemampuannya. Secara informal guru dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui media masa seperti televisi, radio, majalah ilmiah, Koran, dan sebagainya, ataupun membaca buku teks dan pengetahuan lainnya yang cocok dengan bidangnya.

C.  PENGEMBANGAN SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN
          Seperti telah diungkapkan, bahwa dalam rangka meningkatkan mutu, baik mutu professional, maupun mutu layanan, guru harus pula meningkatkan sikap profesionalnya. Ini berarti bahwa ketujuh sasaran penyikap yang telah dibicarakan harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Pengembangan sikap professional ini dapat dilakukan baik selagi dalam pendidikan prajbatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan).

1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
            Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaiman guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
            Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap professional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by-product) dari pengetahuan yang diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat terbentuk sebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang benar, karena belajar matematika selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan penggunaan aturan dan prosedur yang telah ditentukan. Sementara itu tentu saja pembentukan sikap dapat di berikan dengan membarikan pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan khusus yang direncanakan, sebagaimana halnya mempelajari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang memberikan kepada seluruh siswa sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.

2. Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
            Pengembangan sikap professional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap professional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Seperti telah disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya, ataupun secara informal melalui media masa televisi, radio, koran, dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap professional keguruan.           
         

 

PROFESIONALISME GURU


A.    Hakekat profesi guru
Guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan. Walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan.
Untuk seorang guru perlu mengetahui dan dapat menerapkan beberapa prinsip mengajar agar ia dapat melaksanakan tugasnya secara professional, yaitu sebagai berikut ini:
  1. Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi.
  2. Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berfikir serta mencari dan menemukan sendiri pengetahuan.
  3. Guru harus dapat membuat urutan (sequence) dalam pemberian pelajaran dan penyesuaiannya dengan usia dan tahapan tugas perkembangan peserta didik.
  4. Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik (
  5. Sesuai dengan prinsip repetisi dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang hingga tanggapan peserta didik menjadi jelas.
  6. Guru wajib memperhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara mata pelajaran dan/atau praktik nyata dalam kehidupan seahri-hari.
  7. Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik dengan cara memberikan kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati/meneliti, dan menyimpulkan pengetahuan yang didapatnya.
  8. Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan social, baik dalam kelas maupun diluar kelas.
  9. Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaan tersebut.

   Guru dapat melaksanakan evaluasi yang efektif serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta dapat melakukan perbaikan dan pengembangan.
Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang telah demikian pesat, guru tidak lagi hanya bertindak sebagai penyaji informasi, tetapi juga harus mampu bertindak sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah  sendiri informasi. Dengan demikian, keahlian guru harus terus dikembangankan dan tidak hanya terbatas hanya pada penguasaan prinsip mengajar seperti yang telah diuraikan.



B.            Guru Sebagai Contoh (Suri Teladan)
Pada dasarnya perubahan perilaku yang dapat ditunjukan oleh peserta didik harus dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru. Atau dengan perkataan lain, guru mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku peserta didik.
Untuk itulah guru harus menjadi contoh (suri tauladan) bagi peserta didik, karena pada dasarnya guru adalah representasi dari sekelompok orang pada suatu komonitas atau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan, yang dapat digugu dan ditiru.
Perubahan dalam mengajar guru dapat dilatihkan melalui peningkatan kemampuan mengajar sehingga kebiasaan lama yang kurang efektif dapat segerah terdeksi dan perlahan-lahan dihilangkan. Untuk itu, maka perlu adanya perubahan kebiasaan dalam cara mengajar guru yang diharapkan akan berpengaruh pada cara belajar siswa, di antaranya sebagai berikut:
  1. Memperkecil kebiasaan cara mengajar guru baru (calon guru) yang cepat merasa puas dalam mengajar apabila banyak menyajikan informasi (ceramah) dan terlalu mendominasi kegiatan belajar peserta didik.
  2. Guru hendaknya berperan sebagai pengarah, pembimbing, pemberi kemudahan dengan menyediakan berbagai fasilitas belajar, pemberi bantuan bagi peserta yang mendapat kesulitan belajar, dan pencipta kondisi yang merangsang dan menantang peserta untuk berpikir dan bekerja (melakukan).
  3. Mengubah sekedar metode ceramah dengan berbagai variasi metode yang lebih relevan dengan tujuan pembelajaran, memperkecil kebiasaan cara belajar peserta yang baru merasa belajar dan puas kalau banyak mendengarkan dan meneriman informasi (diceramah) guru, atau baru belajar kalau ada guru.
  4. Guru hendaknya mampu menyiapkan berbagai jenis sumber belajar sehingga peserta didik dapat belajar secara mandiri dan berkelompok, percaya diri, terbuka untuk saling member dan menerima pendapat orang lain, serta membina kebiasaan mencari dan mengolah sendiri informasi.

C.            Kompetensi Dan  Tugas Guru 
Professional seorang guru merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman tentang pembelajaran, kurikulum, dan perkembangan manusia termasuk gaya belajar (kariman, 2002). 
1.      Kompetensi Professional
Kompetensi professional seorang guru adalah seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar ia dapat melaksakan tugas mengajarnya dengan berhasil. Selanjutnya akan diuraikan masing-masing pembahasan tentang kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu sebagai berikut:

a.       Kompetensi pribadi
Berdasarkan kodrat manusia sebagai mahluk individu dan sebagai mahluk tuhan. Ia wajib menguasai pengetahuan yang akan diajarkan kepada peserta didik secara benar dan bertanggung jawab.
Beberapa kompetensi pribadi yang semestinya ada pada seorang guru, yaitu memiliki pengetahuan yang dalam tentang materi pelajaran yang menajdi tanggung jawabnya. Selain itu, mempunyai pengetahuan tentang perkembangan peserta didik serta kemampuan untuk memperlakukan mereka secara individual.
b.      Kompetensi social
Berdasarkan kodrat manusia sebagai mahluk social dan mahluk etis. Ia harus dapat memperlakukan peserta didiknya secara wajar dan bertujuan agar tercapai optimalisasi potensi pada diri masing-masing peserta didik.
c.       Kompetensi professional mengajar
Berdasarkan peran guru sebagai pengelola proses pembelajaran, harus memiliki kemampuan:
1.      Merencanakan system peembelajaran
Ø  merumuskan tujuan
Ø  memilih prioritas materi yang akan diajarkan.
Ø  memilih dan menggunakan metode.
Ø  memilih dan menggunakan sumber belajar yang ada.
Ø  memilih dan menggunakan media pembelajaran.
2.      Melaksanakan system pembelajaran
Ø  Memilih bentuk kegiatan pembelajaran yang tepat.
Ø  Menyajikan  urutan pembelajaran secara tepat.
3.      Mengevaluasi system pembelajaran
Ø  Memilih dan menyusun jenis evaluasi.
Ø  Melaksanakan kegiatan evaluasi sepanjang proses.
Ø  Mengadministrasikan hasil evaluasi.
4.      Mengembangkan system pembelajaran
Ø  Menoptimalisasi potensi peserta didik.
Ø  Meningkatkan wawasan kemampuan diri sendiri.
Ø  Mengembangkan program pembelajaran lebih lanjut.
Sedangkan kompetensi guru yang telah dibakukan oleh Dirjen Dikdasmen Depdiknas (1999) sebaga berikut:
1.      Mengembangkan kepribadian.
2.      Menguasai landasan kependidikan.
3.      Menguasai bahan pelajaran.
4.      Menyusun program pengajaran.
5.      melaksanakan program pengajaran.
6.      Menilai hasil dalam PBM yang telah dilaksanakan.
7.      Menyelenggarkan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.
8.      Menyelenggarakan program bimbingan.
9.      Menyelenggarakan administrasi sekolah.
2.      Seperangkat Tugas Guru
Pada dasarnya terdapat seperangkat tugas yang harus dilaksanakan oleh guru berhubungan dengan profesinya sebagai pengajar. Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti guru berkewajiban mencerdaskan bangsa Indonesia seutuhnya berdasrkan pncasila. Sedangkan secara khusus tugas guru dalam proses pembelajaran tatap muka sebagai berikut.
1.      Tugas pengajar sebagai pengelola pembelajaran
a.       Tugas manjerial
Menyangkut fungsi administrasi (memimpin kelas), baik internal maupun eksternal.
Ø  Berhubungan dengan peserta didik.
Ø  Alat perlengkapan kelas (material).
Ø  Tindakan-tindakan professional.
b.      Tugas edukasional
Menyangkut fungsi mendidik, bersifat:
Ø  Motivasional
Ø  Pendisiplinan
Ø  Sanksi social (tindakan hokum)
c.       Tugas instruksional
Menyangkut fungsi mengajar, bersifat:
Ø  Penyampaian materi
Ø  Pemberian tugas-tugas pada peserta didik
Ø  Mengawasi dan memeriksa tugas
2.      Tugas pengajar sebagai pelaksana (Executivee Teacher)
Secara umum tugas guru sebagai pengelola pembelajaran adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas yang kondusif bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar mencapai hasil yang baik.
Sedangkan secara khusus, tugas guru sebagai pengelola proses pembelajaran sebagai berikut:
a.       Meniai kemajuan program pembelajaran.
b.    Mampu menyediakan kondisi yang memungkinkan peserta didik belajar sambil bekerja (learning by doing).
c.       Mampu mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menggunakan alat-alat belajar.
d.      Mengkoordinasi, mengarahkan, dan memaksimalkan kegiatan kelas.
e.       Mengomunikasikan semua informasi dari dan/atau ke peserta didik.
f.        Membuat keputusan intruksional dalam situasi tertentu.
g.      Bertindak sebagia manusia sumber.
h.      Membimbing pengalaman peserta didik sehari-hari.
i.   Mengarahkan peserta didik agar mandiri (member kesempatan pada peserta didik untuk sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungan pada guru).
j.    Mampu mempimpin kegiatan belajar yang efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal.
D.    PERANAN GURU DALAM PEMBELAJARAN TATAP MUKA 
1.      Guru Sebagai Perancang Pembelajar (Designer Of Instruction)
Pihak departemen pendidikan nasional telah memprogram bahan pembelajaran yang harus diberikan guru kepada peserta didik pada suatu waktu tertentu. Disini guru dituntut untuk berperan aktif dalam merencanakan PBM tersebut dengan memperhatikan berbagai komponen dalam system pembelajaran yang meliputi:
a.       Membuat dan merumuskan TIK.
b.   Menyiapkan materi yang relevan dengan tujuan, waktu, fasilitas, perkembangan ilmu, kebutuhan dan kemampuan siswa, komprehensif, sistematis, dan fungsional efektif.
c.       Merancang metode yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa.
d.  Menyediakan sumber belajar, dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator dalam pengajaran.
e.     Media, dalam hal ini guru berperan sebagai mediator dengan memperhatikan relevansi (seperti juga materi), efektif dan efisien, kesesuaian dengan metode, serta pertimbangan praktis.
2.       Guru Sebagai Pengelola Pembelajaran (Manager Of Instruction)
  Tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
            Sebagai manajer, guru hendaknya mampu mempergunakan pengetahuan tentang teori belajar mengajar dari teori perkembangan hingga memungkinkan untuk menciptakan situasi belajar yang baik mengendalikan pelaksanaan pengajaran dan pencapaian tujuan.

3.      Guru Sebagai Pengarah Pembelajaran
Hendaknya guru senantiasa berusaha menimbulkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar. Dalam hubungan ini guru mempunyai fungsi sebagai motivator dalam keseluruhan kegiatan belajar mengajar. Empat hal yang dapat dikerjakan guru dalam memberikan motivasi adalah sebagai berikut:
a.       Membangkitkan dorongan siswa untuk belajar.
b.      Menjelaskan secara kongkret, apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran.
c.   Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai hingga dapat merangsang pencapaian prestasi yang lebih baik di kemudian hari.
d.      Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
4.      Guru Sebagai Evaluator (Evaluator Of Student Learning)
Tujuan utama penilaian adalah untuk melihat tingkat keberhasilan, efektivitas, dan efesiensi dalam proses pembelajaran. Selain itu, untuk mengetahui kedudukan peserta dalam kelas atau kelompoknya. Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar peserta didik, guru hendaknya secara terus-menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai peserta didik dari waktu ke waktu.
5.      Guru Sebagai Konselor
         Sesuai dengan peran guru sebagai konselor adalah diharapkan akan dapat merespons segala masalah tingkah laku yang terjadi dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus di persiapkan agar:
Ø  Dapat menolong peserta didik memecahkan masalah-masalah yang timbul antara peserta didik dengan orang tuanya.
Ø Bisa memperoleh keahlian dalam membina hubungan yang manusiawi dan dapat mempersiapkan untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan bermacam-macam manusia.
6.      Guru Sebagai Pelaksana Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat pengalaman belajar yang akan didapat oleh peserta didik selama ia mengikuti suatu proses pendidikan. Sehubungan dengan pembinaan dan pengembangan kurikulum, permasalahan yang sering kali muncul dan harus dihadapi oleh guru yaitu:
a.Permasalahan yang berhubungan dengan tujuan dan hasil-hasil yang diharapkan dari suatu lembaga pendidikan.
b.      Permasalahan yang berhubungan dengan isi/materi/bahan pelajaran dan organisasi atau cara pelaksanaan dari kyurikulum.
c.Permasalahan dalam hubungan dengan proses penyusunan kurikulum dan revisi/perbaikan kurikulum.

Sedangkan peranan guru dalam pembinaan dan pengembangan kurikulum secara aktif dapat di jabarkan sebagai berikut:
a.       Dalam perencaan kurikulum
Kurikulum di tingkat nasional dirancang dan dirumuskan oleh para pakar dari berbagai bidang disiplin ilmu yang terkait, sedangkan guna-guna yang sudah berpengalaman biasanya terlibat untuk memberikan masukan berupa saran, ide, dan/atau tanggapan terhadap kemungkinan pelaksanaannya disekolah.
b.      Dalam pelaksanaan di lapangan
Para guru bertanggung jawab sepenuhnya dalam peelaksanaan kurikulum, baik secara keseluruhan kurikulum maupun tugas sebagai penyampaian mata pelajaran sesuai dengan GBPP yang telah dirancang dalam suatu kurikulum.
c.       Dalam proses penilaian
Selama pelaksanaan kurikulum akan dinilai seberapa jauh tingkat ketercapaiannya.
d.      Pengadministrasian
Guru harus menguasai tujuan kurikulum, isi program (pokok bahasan/sub pokok bahasan) yang harus diberikan kepada peserta didik.
e.       Perubahan kurikulum
Guru sebagai pelaku kurikulum mau tidak mau tentu akan selalu terlibat dalam pembaharuan yang sedang dilakukan sebagai suatu usaha untuk mencari format kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman. 
7.      Guru Dalam Pembelajaran Yang Menerapkan Kurikulum Berbasis Lingkungan
Peranan guru dalam kurikulum berbasis lingkungan tidak kalah aktifnya dengan peserta didik.
1.      Posisi dan Peran Guru
Posisi dan peran guru yang dikaitkan dengan konsep pendidikan berbasis lingkungan dalam proses pembelajaran, dimana guru harus menempatkan diri sebagai:
a.       Pemimpin belajar, dalam arti guru sebagai perencana.
b.      Fasilitator belajar, dalam arti guru sebagai pemberi kemudahan kepada peserta didik dalam melakukan kegiatan belajarnya melalui upaya dalam berbagai bentuk.
c.       Moderator belajar, dalam arti guru sebagai pengatur arus kegiatan belajar peserta didik.
d.      Motivator belajar, dalam arti guru sebagai pendorong peserta didik agar mau melakukan kegiatan belajar.
e.       Evaluator belajar, dalam arti guru sebagai penilai yang objektif dan komprenhensif.

8.      Tugas Dan Tanggung Jawab Guru 
Ada beberapa kemampuan yang dituntut dari guru agar dapat menumbuhkan minat dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
a.Mampu menjabarkan bahan pembelajaran kedalam berbagai bentuk cara penyampaian.
b.      Mampu merumuskan tujusn pembelajaran kognitif tingkat tinggi, seperti analisis, sintesis, dan evaluasi.
c.  Menguasai berbagai cara belajar yang efektif sesuai dengan tipe dan gaya belajar yang dimiliki  oleh peserta didik secara individual.
d.      Memiliki sikap yang posistif terhadap tugas profesinya.
e.   Terampil dalam membuat alat peraga pembelajaran sederhana.
f.    Terampil di dalam menggunakan model metode pembelajaran.
g.      Terampil dalam melakukan interaksi dengan peserta didik.
h.      Memahami sifat dan karakteristik peserta didik.
i.        Terampil dalam menggunakan sumber-sumber belajar yang ada.
j.       Terampil dalam mengelola kelas atau memimpin peserta didik dalam belajar sehingga suasana belajar menjadi menarik dan menyenangkan (Sudjana dan Arifin, 1989: 31-39)
9.      Syarat Guru Yang Baik dan Berhasil
Syarat-syarat tersebut dijabarkan secara lebih terperinci, yaitu sebagai berikut:
a.   Guru harus berijazah
Yang dimaksud ijazah di sini adalah iajzah yang dapat member wewenang untuk menjalankan tugas sebagai seorang guru di suatu sekolah tertentu.
b.      Guru harus sehat rohani dan jasmani
Kesehatan jasmani dan rohani merupakan salah satu syarat penting dalam setiap pekerjaan.
c.   Guru harus bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkelakuan baik.
d.      Guru haruslah orang yang bertanggung jawab
Tugas dan tanggung jawab seorang guru sebagai seorang pendidik, pembelajar, dan pembimbing.
e.    Guru di Indonesia harus berjiwa nasional
     Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang mempunyai bahasa dan adat-istiadat berlainan.

Syarat-syarat di atas adalah syarat umum yang berhubungan dengan jabatan sebagai seorang guru. Selain itu, ada pula syarat lain yang sangat erat hubungannya dengan tugas guru disekolah, sebagai berikut:
a.       Harus adil dan dapat dipercaya.
b.      Sabar, rela berkorban, dan menyayangi peserta didiknya.
c.       Memiliki kewibawaan dan tanggung jawab akademis.
d.      Bersikap baik pada rekan guru, staf di sekolah, dan masyarakat.
e.  Harus memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas dan menguasai benar mata pelajaran yang dibinahnya.
f.       Harus selalu intropeksi diri dan siap menerima kritik dari siapapun.
g.      Harus berupaya meningkatkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
      Sebagai kesimpulan, keberhasilan seorang guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pengajar sangat tergantung pada diri pribadi masing-masing guru dalam lingkungan tempat ia bertugas.