A.PENGERTIAN SIKAP PROFESIONAL
KEGURUAN
Guru sebagai
professional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukan
kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat
sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan
guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak.
Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi
arahan dan dorongan kepada anak didiknya, dan bagaimana cara guru berpakaian
dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta
anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Walaupun
segala prilaku guru selalu diperhatikan masyarakat, tetapi yang akan
dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus prilaku guru yang berhubungan dengan
profesinya. Hal ini berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam
memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya.
Pola tingkah laku guru yang berhubungan dengan itu akan dibicarakan sesuai
dengan sasarannya, yakni sikap professional keguruan terhadap:
- Peraturan perundang-undangan,
- Organisasi profesi,
- Teman sejawat,
- Anak didik,
- Tempat kerja,
- Pemimpin,
- Pekerjaan.
B.
SYARAT SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN.
1.
Sikap Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Pada
butir Sembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa: “Guru melaksanakan
segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan” (PGRI, 1973).
Kebijaksanaan pendidikan di Indonesia di pegang oleh pemerintah, dalam hal ini
oleh Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam rangka pembangunan di bidang
pendidikan di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan
ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang merupakan kebijaksanaanyang
akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain: pembangunan
gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar antara lain dengan
melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan, pemerataan
kesempatanbelajar antara laindengan melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu
pendidikan, pembinaan generasi muda dengan menggiatkan kegiatan karang taruna,
dan lain-lain. Kebijaksanaan pemerintah tersebut biasanya akan dituangkan ke
dalam bentuk ketentuan-ketentuan pemerintah. Dari ketentuan-ketentuan
pemerintah ini selanjutnya dijabarkan ke dalam program-program umum pendidikan.
Guru
merupakan unsure aparatur Negara dan abdi Negara. Karena itu, guru mutlak perlu
mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan,
sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan
tersebut. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala
peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departeman
Pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, maupun departemen lain
dalam rangka pembinaan pendidikan di Negara kita. Sebagai contoh, peraturan
tentang (berlakunya) kurikulum sekolah tertentu, pembebasan uang sumbangan
pembiayaan pendidikan (SPP), ketentuan tentang penerimaan murid baru,
penyelenggaraan evaluasi belajar tahap akhir (EBTA), dan lain sebagainya.
Untuk
menjaga agar guru Indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang
merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, Kode Etik Guru
Indonesia mengatur hal tersebut, seperti yang tertentu dalam dasar kesembilan
dari kode etik guru. Dasar ini juga menunjukan bahwa guru Indonesia harus
tunduk dan taat kepada pemerintah Indonesia dalam menjalankan tugas
pengabdiannya, sehingga guru Indonesia tidak mendapat pengaruh yang negative
dari pihak luar, yang ingin memaksakan idenya melalui dunia pendidikan. Dengan
demikian, setiap guru Indonesia wajib tunduk dan taat kepada segala
ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam bidang pendidikan ia harus taat kepada
kebijaksanaan dan peeraturan, baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan maupun departemen lain yang berwenang mengatur pendidikan, di
pusat dan di daerah dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan
pendidikan di Indonesia.
2.
Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Guru
secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa
pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI
sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdayaguna dan
berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi
guru. Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung kepada kesadaran para
anggotanya, rasa tanggung jawab, dan kewajiban para anggotanya. Organisasi PGRI
merupakan suatu system, di mana unsure pembentuknya adalah guru-guru. Oleh
karena itu, guru harus bertindak sesuai dengan tujuan system. Ada hubungan
timbale balik antara anggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan
kewajiban maupun dalam mendapatkan hak.
Organisasi
professional harus membina mengawasi para anggotanya. Siapakah yang dimaksud
dengan organisasi itu? Jelas yang dimaksud bukan hanya ketua, atau sekretaris,
atau beberapa orang pengurus tertentu saja, tetapi yang dimaksud dengan
organisasi di sini adalah semua anggota dengan seluruh pengurus dan segala
perangkat dan alat-alat perlengkapannya. Kewajiban membina organisasi profesi
merupakan kewajiban semua anggota bersama pengurusnya. Oleh sebab itu, semua
anggota dan pengurus organisasi profesi, karena pejabat-pejabat dalam
organisasi merupakan wakil-wakil formal dari keseluruhan anggota organisasi,
maka merekalah yang melaksanakan tindakan formal berdasarkan wewenang yang
telah didelegasikan kepadanya oleh seluruh anggota organisasi itu. Dalam
kenyataannya, para pejabat itulah yang memegang peranan fungsional dalam
melakukantindakan pembinaansikap organisasi, merekalah yang mengkomunikasikan
segala sesuatu mengenai sikap profesi kepada para anggotanya. Dan mereka pula
yang mengambil tindakan apabila diperlukan.
Setiap
anggota harus memberikan sebagian waktunya untuk kepentingan pembinaan
profesinya, dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini
dikoordinnasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatannya
menjadi efektif dan efisien. Dengan perkataan lain setiap anggota profesi,
apakah ia sebagai pengurus atau anggota biasa, wajib berpartisipasi guna
memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi profesi, dalam rangka
mewujudkan cita-cita organisasi.
Dalam
dasar keenam dari Kode Etik ini dengan gambling juga di tuliskan, bahwa Guru secara pribadi dan bersama-sama,
mengembangkan, dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya. Dasar
ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi guru untuk selalu
meninmgkatkan mutu dan martabat profesi guru itu sendiri. Siapa lagi, kalau
tidak anggota profesi itu sendiri, yang akan mengangkat martabat suatu profesi
serta meningkatkan mutunya.
Untuk
meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan, dapat dilakukan
dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya,
pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai
kegiatan akademi lainnya. Jadi, kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas
pada pendidikan prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja,
melainkan dapat juga dilakukan setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan
prajabatan ataupun sedang dalam melaksanakan jabatan.
Kalau
sekarang kita lihat kebanyakan dari dari usaha peningkatan mutu profesi
diprakarsai dan dilakukan oleh pemerintah, maka di waktu mendatang diharapkan
organisasi profesilah yang seharusnya merencanakan dan melaksanakannya, sesuai dengan
fungsi dan peranan organisasi itu sendiri.
3.
Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7
Kode Etik guru disebutkan bahwa “Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat
kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.” Ini berarti bahwa:
(1). Guru hendaknya menciptakan dan memelihara
hubungan sesama guru dalam lingkungan kerjanya,
(2). Guru hendaknya menciptakan dan memelihara
semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan
kerjanya.
Dalam
hal ini kode etik guru menunjukkan kepada kita betapa pentingnya hubungan yang
harmonis perlu diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam
antara sesama anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat
dari dua segi, yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
Hubungan
formal ialah hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas
kedinasan. Sedangkan hubungan kekeluargaan ialah hubungan persaudaraan yang
perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun maupun dalam hubungan
keseluruhan dalam rangka menunjang tercapainya keberhasilan anggota profesi
dalam membawakan misalnya sebagai pendidik bangsa.
Berhasil
a. Hubungan
Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Seperti
diketahui, dalam lingkungan sekolah terdapat seorang kepala sekolah dan beberapa
guru ditambah dengan beberapa orang personel sekolah lainnya sesuai dengan
kebutuhan sekolah tersebut. Berhasil tidaknya sekolah membawa misinya akan
banyak bergantung kepada semua manusia yang terlibat didalamnya. Agar setiap
personel sekolah dapat pungsi sebagaimana mestinys, mutlak adanya hubungan yang
baik dan harmonis di antara sesame personel yaitu hubungan baik di antara
kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, dan kepala sekolah dengan semua
personal sekolah lainnya. Semua personal ini harus dapat menciptakan hubungan
baik dengan anak didik di sekolah tersebut.
Sikap
professional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja
sama, saling harga menghargai, saling pengertian, dan rasa tanggung jawab. Jika
ini sudah berkembang, akan tumbuh rasa senasip sepenanggunganserta menyadari
akan kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan
mengorbankan kepentingan orang lain (Hermawan, 1979). Dalam suatu pergaulan
hidup, bagaimanapun kecilnya jumlah manusia, akan terdapat
perbedaan-perbedaanpikiran, perasaan, kemauan, sikap, watak, dan lain
sebagainya. Sekalipun demikian hubungan tersebut dapat berjalan lancar,
tenteram, dan harmonis, jika di antara mereka tumbuh sikap saling pengertian
dan tenggang rasa antara satu dengan lainnya.
Adalah
kebiasaan kita pada umumnya, untuk kadang-kadang bersikap kurang
sungguh-sungguh dan kurang bijaksana, sehingga hal ini menimbulkan keretakan di
antara kita. Hal ini tidak boleh terjadi karena kalau diketahui oleh murid ataupun
orang tua murid, apalagi masyarakat luas, mereka akan resah dan tidak percaya
kepada sekolah. Hal ini juga dapat mendantangkan pengaruh yang negative kepada
anak didik. Oleh sebab itu, agar jangan terjadi keadaan yang berlarut-larut,
kita perlu saling maaf-memaafkan dan memupuksuasana kekeluargaan yang akrab
antara sesama guru dan aparatur di sekolah.
b.
Hubungan
Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruhan
Kalau
kita ambil contoh profesi kedokteran, maka dalam sumpah dokter yang diucapkan
pada upacara pelantikan dokter baru, antara lain terdapat kalimat yang
menyatakan bahwa setiap dokter akan memperlakukan teman sejawatnya sebagai
saudara kandung. Dengan ucapan ini para dokter manganggap profesi mereka
sebagai suatu keluarga yang harus dijunjung tinggi dan dimuliakan.
Sekarang
apa yang terjadi pada profesi kita, profesi keguruan? Dalam hal ini kita harus
mengakui dengan jujur bahwa sejauh ini profesi keguruan masih memerlukan
pembinaan yang sungguh-sungguh. Rasa persaudaraan seperti tersebut, bagi kita
masih perlu ditumbuhkan sehingga kelak akan dapat kita lihat bahwa hubungan
guru dengan temansejawatnya berlangsung seperti halnya dengan profesi
kedokteran.
Uraian
ini dimaksudkan sebagai perbandingan untuk menjadikan bahan dalam meningkatkan
hubungan guru dengan guru sebagai anggota profesi keguruan dalam hubungan
keseluruhan.
4. Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik
Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa:
Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia
seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Dasar ini mengandung beberapa prinsip
yang harus dipahami oleh seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari,
yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya.
Tujuan
pendidikan nasional dengan jelas dibaca dalam UU No. 2/1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa
Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar,
atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki
Hajar Dewantara dalam system amongnya.
Tiga kalimat yang terkenal dari system itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani.. Tiga kalimat ini
mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi
contoh, harus dapat memberi pengaruh,
dan harus dapat mengendalikan peserta
didik. Dalam tut wuri terkandung
maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru
memperhatikannya. Dalam handayani berarti
guru mempengaruhi peserta didik, dalam dalam arti membimbing atau mengajarnya.
Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menetukan ke arah
pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dan bukanlah
mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik.
Motto tut wuri handayani sekarang telah diambil menjadi motto dari
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Prinsip
manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang
bulat, utuh, baik jasmani maupan rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi juga
bermoral tinggi pula. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan
pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan
perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun
yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar
peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi
tantangan-tantangan dalam kehidupannya sebagai insane dewasa. Peserta didik
tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh kepada kehendak dan
kemauan guru.
5.
Sikap Terhadap Tempat Kerja
Sudah menjadi
pengtahuan umum bahwa suasana yang baik di tempat kerja akan meningkatkan
produktifitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru, dan
guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dalam lingkungannya. Untuk
menciptakan suasana kerjayang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan,
yaitu:
- Guru sendiri,
- Hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling.
Terhadap guru sendiri
dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu butir
dari Kode Etik yang berbunyi: “Guru menciptakan
suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar
mengajar.” Oleh sebab itu, guru harus aktif mengusahakan suasana yang baik itu
dengan berbagai cara, baik dengan penggunaan metode mengajar yang sesuai,
maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi
kelas yang mantap, ataupun pendekatan lainnya yang diperlukan.
Suasana
yang harmonis disekolah tidak akan terjadi bila personil yang terlibat di
dalamnya, yakni kepala sekolah, guru, staf administrasi dan siswa, tidak
menjalin hubungan yang baik diantara sesamanya. Penciptaan suasana kerja
menantang harus dilengkapi dengan terjalinnya hubungan yanmg baik dengan orang
tua dan masyarakat sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk membina peran serta dan
rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. Hanya sebagian kecil dari
waktu, dimana peserta didik berada di sekolah dan di awasi oleh guru-guru.
Sebagian besar waktujustru digunakan peserta didik di luar sekolah, yakni di
rumah dan di masyarakat sekitar.
Dalam
menjalin kerjasama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah dapat mengambil
prakarsa, misalnya dengan caramengundang orang tua sewaktu mengambil rapor,
mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat sekitar,
mengikutsertakan persatuan orang tua siswa atau BP3 dalam membantu meringankan
permasalahan sekolah, terutama menanggulangikekurangan fasilitas ataupun dana
penunjangkegiatan sekolah.
Keharusan
guru membina hubungan dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya ini merupakan
isi dari butir ke lima Kode Etik Guru Indonesia.
6.
Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai
salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi yang
lebih besar (Departeman Pendidikan dan Kebudayaan) guru akan selalu berada
dalam bimbingan dan pengwasan pihak atasan. Dari organisasi guru, ada strata
kepemimpinan mulai dari pengurus cabang, daerah, sampai ke pusat. Begitu juga
sebagai anggota keluarga besar Depdikbud, ada pembagian pengawasan mulai dari
kepala sekolah, kakandep, dan seterusnya sampai menteri pendidikan dan
kebudayaan.
Sudah
jelas bahwa pemimpin suatu unit atau organisasi akan mempunyai kebijaksanaan
dan arahan dalam memimpin organisasinya, di mana tiap anggota organisasi itu di
tuntut berusaha untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi
tersebut. Dapat saja kerja sama yang dituntut pemimpin tersebut diberikan
berupa tuntutan akan kepatuhannya dalam melaksanakan arahan dan petunjuk yang
diberikan mereka. Kerja sama juga dapat diberikan dalam bentuk usulan dan
malahan kritik yang membangun demi pencapaiantujuan yang telah di gariskan
bersama dan kemajuan organisasi. Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan bahwa
sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif, dalam pengertian harus
bekerja sama dalam menyukseskan program yang telah disepakati, baik disekolah
maupan diluar sekolah.
7
.Sikap Terhadap pekerjaan
Profesi guru
berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai persamaan dan
perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan
ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta didik yang
masih kecil. Barangkali tidak semua orang dikarunia sifat seperti itu, namun
bila seseorang telah memilih untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk
belajar dan berlaku seperti itu.
Orang
yang telah memilih suatu karier tertentu biasanya akan berhasil baik, bila dia
mencintai kariernya dengan sepenuh hati. Artinya, ia akan berbuat apapun agar
kariernya berhasil baik, ia committed dengan
pekerjaannya. Ia harus mau dan mampu melaksanakan tugasnya serta mampu melayani
dengan baik pemakai jasa yang membutuhkannya.
Agar
dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus selalu dapat
menysuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan
masyarakat, dalam hal ini peserta didik dan para orang tuanya. Keinginan dan
permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang
biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh kerenanya, guru
selalu dituntut untuk secara terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan
mengembangkan mutu ini merupakan butir yang keenam dalam Kode Etik Guru
Indonesia yang berbunyi: Guru secara
pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat
profesinya.
Dalam
butir keenam ini dituntut kepada guru, baik secara pribadi maupun secara
kelompok, untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru
sebagaimana juga dengan profesi lainnya, tidak mungkin dapat meningkatkan mutu
dan martabat profesinya bila guru itu tidak meningkatkan atau menambah
pengetahuan dan keterampilannya, karena ilmu dan pengetahuan yang menunjang
profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
Untuk
meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri, guru dapat melakukannya
secara formal maupun informal. Secara formal, artinya guru mengikuti berbagai
pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan,
waktu, dan kemampuannya. Secara informal guru dapat meningkatkan pengetahuan
dan keterampilannya melalui media masa seperti televisi, radio, majalah ilmiah,
Koran, dan sebagainya, ataupun membaca buku teks dan pengetahuan lainnya yang
cocok dengan bidangnya.
C. PENGEMBANGAN SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN
Seperti telah
diungkapkan, bahwa dalam rangka meningkatkan mutu, baik mutu professional,
maupun mutu layanan, guru harus pula meningkatkan sikap profesionalnya. Ini
berarti bahwa ketujuh sasaran penyikap yang telah dibicarakan harus selalu
dipupuk dan dikembangkan. Pengembangan sikap professional ini dapat dilakukan
baik selagi dalam pendidikan prajbatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan).
1.
Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam
pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap,
dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang
bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi
masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaiman guru bersikap terhadap
pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat.
Pembentukan
sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak
calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan
latihan, contoh-contoh dan aplikasi penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan
sikap professional dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam
pendidikan prajabatan. Sering juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai
hasil sampingan (by-product) dari
pengetahuan yang diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya
dapat terbentuk sebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang
benar, karena belajar matematika selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan
penggunaan aturan dan prosedur yang telah ditentukan. Sementara itu tentu saja
pembentukan sikap dapat di berikan dengan membarikan pengetahuan, pemahaman,
dan penghayatan khusus yang direncanakan, sebagaimana halnya mempelajari
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang memberikan kepada
seluruh siswa sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
2.
Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
Pengembangan
sikap professional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan
pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka
peningkatan sikap professional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru.
Seperti telah disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal
melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah
lainnya, ataupun secara informal melalui media masa televisi, radio, koran, dan
majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap
professional keguruan.
makasih . . .
BalasHapus